Tradisi
teater sudah ada sejak dulu dalam masyarakat Indonesia. Hal ini terbukti dengan
sudah adanya teater tradisional di seluruh wilayah tanah air. Fungsi teater
pada saat itu adalah sebagai :
1. memanggil
kekuatan gaib
2. menjemput
roh pelindung untuk hadir di tempat pertunjukan
3. memanggil
roh baik untuk mengusir roh jahat
4. peringatan
nenek moyang dengan mempertontonkan kegagahan/kepahlawanan
5. pelengkap
upacara
Teater Rakyat (tradisional)
Teater
tradisional atau Teater Rakyat lahir di tengah-tengah rakyat dan masih
menunjukkan kaitan dengan upacara adat dan keagamaan. Artinya pertunjukan hanya
dilaksanakan dalam kaitan dengan upacara tertentu, seperti khitanan,
perkawinan, selamatan dan sebagainya. Yang menanggung semua pembiayaan adalah
yang punya hajat dan dapat ditonton gratis oleh undangan dan masyarakat. Tempat
pertunjukan dapat dimana saja; halaman rumah, kebun, balai desa, tanah lapang
dan seterusnya. Contoh-contoh teater rakyat adalah sebagai berikut :
1)
Makyong dan Mendu di daerah Riau dan Kalimantan Barat
2)
Randai dan Bakaba di Sumatera Barat
3)
Mamanda dan Bapandung di Kalimantan Selatan
4)
Arja, Topeng Prembon, dan Cepung di Bali
5)
Ubrug, Banjet, Longser, Topeng Cirebon, Tarling, dan Ketuk Tilu di
Jawa Barat
6)
Ketoprak, Srandul, Jemblung, Gatoloco di Jawa Tengah
7)
Kentrung, Ludruk, Ketoprak, Topeng Dalang, Reyog, dan Jemblung di
Jawa Timur
8)
Cekepung di Lombok
9)
Dermuluk di Sumatera Selatan dan Sinlirik di Sulawesi Selatan
10) Lenong,
Blantek, dan Topeng Betawi di Jakarta
11) Randai
di Sumatera Barat
Teater Klasik (keraton)
Sifat teater
ini sudah mapan, artinya segala sesuatunya sudah teratur, dengan cerita, pelaku
yang terlatih, gedung pertunjukan yang memadai dan tidak lagi menyatu dengan
kehidupan rakyat (penontonnya). Lahirnya jenis teater ini dari pusat kerajaan.
Sifat feodalistik tampak dalam jenis teater ini. Para seniman dihidupi oleh
raja dengan menjadi pegawai kerajaan yang mendapat tugas religius dan tugas
mengangkat kebesaran atau kemuliaan sang raja. Contohnya Wayang Kulit, Wayang
Orang, Wayang Golek, dan Langendriya. Ceritanya statis, tetapi memiliki daya
tarik berkat kreatifitas dalang atau pelaku teater tersebut dalam menghidupkan
lakon.
Teater Modern
Teater
modern merupakan teater yang bersumber dari teater tradisional, tetapi gaya
penyajiannya sudah dipengaruhi oleh teater Barat. Jenis teater seperti Komedi
Stambul, Sandiwara Dardanela, Sandiwara Srimulat, dan sebagainya merupakan
contoh teater modern. Dalam Srimulat sebagai contoh, pola ceritanya sama dengan
Ludruk atau Ketoprak, jenis ceritanya diambil dari dunia modern. Musik, dekor,
dan properti lain menggunakan teknik Barat.
Dari contoh-contoh di atas, nyatalah bahwa teater sudah membudaya dalam kehidupan bangsa kita. Dalam teater, penonton tidak hanya disuguhi pengetahuan tentang baik/buruk, dan indah/jelek, tetapi ikut menyikapi dan melihat action. Kalau mungkin, jika siswa-siswa berteater, mereka melaksanakan tiga matra tujuan mengajar menurut Bloom, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sebab itulah penggunaan teater dalam media pendidikan semakin populer.
Dari contoh-contoh di atas, nyatalah bahwa teater sudah membudaya dalam kehidupan bangsa kita. Dalam teater, penonton tidak hanya disuguhi pengetahuan tentang baik/buruk, dan indah/jelek, tetapi ikut menyikapi dan melihat action. Kalau mungkin, jika siswa-siswa berteater, mereka melaksanakan tiga matra tujuan mengajar menurut Bloom, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sebab itulah penggunaan teater dalam media pendidikan semakin populer.
Menurut
Sumardjo periodisasi teater modern adalah :
1) Masa
Perintisan (1885-1925)
- Teater
Bangsawan (1885-1902)
- Teater Stamboel (1891-1906)
- Teater Opera (1906-1925)
2) Masa
Kebangkitan (1925-1941)
- Teater
Miss Riboet’s Oreon (1925)
- Teater Dardanela opera (1926-1934)
- Awal teater modern di Indonesia (1926)
3) Masa
perkembangan (1942-1970)
- Teater zaman
Jepang
- Teater tahun 1950-an
- Teater tahun 1960-an
4) Masa
Teater mutakhir (1970-1980-an)
Akhir-akhir ini banyak keluhan karena bengkrutnya group-group teater tradisional. Di zaman modern ini para pengelola group kesenian dituntut kemampuan yang lebih canggih, tidak hanya kemampuan dalam bidang kesenian atau penyutradaraan. Kemampuan manajemen perusahaan, kemampuan pemasaran, kemampuan psikologi massa untuk membaca selera penonton sangat diperlukan. Seniman-seniman teater tradisional kini juga sudah semakin sedikit jumlahnya karena ditinggalkan oleh mereka yang senior. Nama-nama besar seperti Cokro Jiyo, Markuat, Atmonadi, Basiyo, Narto Sabdo, dan sebagainya kini telah tiada. Siswo Budoyo dengan Siswondo dan Jusuf Agil juga mengalami kehancuran karena dua tokoh itu telah tiada.
Kini kita berpaling ke drama-drama modern yang menggunakan naskah. Kiranya sukses drama tradisional dalam kemandiriannya tidak dapat diwarisi oleh grup-grup drama modern. Walaupun begitu kehadiran mereka dalam khasanah sastra Indonesia merupakan fenomena yang tidak dapat dilupakan. Kita kenal nama-nama besar seperti Bengkel Teater, Teater Populer, Teater Starka, Teater Alam, dan sebagainya. Profesionalisme dalam berkesenian belum cukup untuk menjawab tantangan jaman. Dibutuhkan pengelola keuangan dan organisator yang mampu memanjangkan nafas hidup group-group teater modern. Paling tidak teater modern membutuhkan impresario atau tokoh semacam itu.
Di berbagai kota, banyak dramawan-dramawan muda yang masih memiliki idealisme tinggi meneruskan kegiatan berteater meskipun secara finansial tidak menjajikan perbaikan nasib. Di Surakarta, kehidupan Taman Budaya Surakarta (TBS) dimotori oleh dramawan-dramawan muda, seperti Hanindrawan, Sosiawan Leak, dan dramawan-dramawan muda dari 9 fakultas di UNS, serta dari perguruan tinggi lain di Surakarta.
Teater-teater sekolah marak tumbuh. Begitu juga teater di perguruan tinggi. Setiap fakultas biasanya memiliki group teater karena ditunjang oleh dana kemahasiswaan yang memadai. Hal ini menyebabkan lahirnya dramawan-dramawan muda yang penuh idealisme dan banyak berpikir pentas yang disertai dengan diskusi-diskusi tentang drama dan teater. Pertanyaannya, seberapa besar peran kita (teater kampus) dalam dunia perteateran Indonesia?
0 komentar:
Posting Komentar